Suara Wong Cilik Seperti Berlian di Pesta Demokrasi

Hajatan Bangsa Indonesia belum tuntas sebelum terpilih Sang Kasatria untuk menempati kursi RI 1. Perang wacana semakin membara di ruang-ruang media social dan media massa lini industri. Suara-suara wong cilik diperebutkan. Jargon-jargon untuk berbuat ke wong cilik semakin digembar gemborkan. Dan itu semua kala pemilu saja untuk meraih simpati wong cilik.

Sebut saja Jaya, seorang tukang sol sepatu, “Kalau saya sih nggak suka kalau wong cilik cuman dimanfaatkan saja. Kalau pas mau kampanye baru didekati, sehabis itu tidak dilirik lagi. Cuma dimanfaatin saja kan? Harusnya wong cilik itu ikut digerakkan juga,” kata Jaya seperti hasil wawancara detiknews.

Tiap lima tahun sekali wong cilik suaranya menjadi mahal. Semua jargon politik kampanye berusaha menampilan suara wong cilik. Begitu juga di Pesta demokrasi tahun 2014 ini. Wong cilik hanya menjadi komoditas politik. Miskin pelaksanaan dilapangan.

Begitu banyak program untuk wong cilik. Yang terjadi malah korupsi besar-besaran. Suara-suara wong cilik pun yang meminta keadilan pun tak dihiraukan.

Wong cilik seperti Jaya yang mempunyai pemikiran cerah sepertinya banyak menilai bahwa,” Kalau wong cilik digerakkan, maka pembangunan ini akan merata dan  bermanfaat untuk orang banyak.”

Suara wong cilik saat pesta politik berlangsung seperti berlian harganya. Usai pesta politik berakhir. Sepertinya lupa terhadap janji yang pernah diiklankan. Justu yang terjadi kebalikkannya. Wong cilik diperkosa hak-haknya.

“Mungkin kalau wong cilik sudah tidak ada, mereka pada bingung kali ya nyari sasaran buat kampanye. Makanya orang miskin tidak habis-habis. Atau mungkin karena yang sudah terlanjur kaya pada pelit buat berbagi pekerjaan,” ujar Jaya.

Sumber inspirasi tulisan dan photo detiknews

Artikel Terkait